Obituari: Singgah Sebentar ke Rumah Wongso Suseno di Malang

WONGSO SUSENO COVER SENIN
Selamat jalan legenda tinju Malang, Bapak Wongso Suseno [juara PON dan juara OBF], meninggal dunia bertepatan dengan tanggal lahir 17 November 2025, dalam usia 80 tahun.

Rondeaktual.com, Coretan Finon Manullang – Turut berduka cita yang mendalam atas meninggalnya legenda tinju Malang, Bapak Wongso Suseno, dalam usia 80 tahun, karena sakit.

Tentang Wongso Suseno

  • Lahir di Malang, 17 November 1945, bernama Wong Kok Sen.
  • Meninggal dunia di Malang, 17 November 2025, dalam usia 80 tahun, karena sakit.
  • Pemegang medali emas kelas welter ringan PON VII/1969 Surabaya.
  • Petinju pro Indonesia pertama menyandang gelar internasional. Wongso adalah juara OBF [sekarang OPBF, setelah Australia bergabung] kelas welter yunior. Wongso mengalahkan juara bertahan asal Korea Selatan, Chang Kil Lee di Senayan, Jakarta, Juli 1975.

Pernah Singgah Sebentar di Rumah Wongso Suseno

Suatu hari, penulis pergi ke Malang, kota terbesar kedua Jawa Timur.

Ke sana untuk meliput pertandingan tinju internasional di arena terbuka Simpang Balapan, Sabtu malam, 11 November 2023.

Advertisement

Penulis hanya tiga hari di Malang, memenuhi undangan Nurhuda [salah satu murid Wongso Suseno, yang pernah menjadi juara Indonesia kelas bantam dan kelas bulu yunior, dan juara IBF Intercontinental.

Sebelum kereta malam tiba di Stasiun Kota Baru, Malang, salah satu yang terbayang di kepala penulis adalah Wongso Suseno.

Hari itu, Jumat pagi, 10 November 2023, telepon masuk dari Monod [salah satu murid kesayangan Wongso Suseno dan paling setia], yang mengabarkan akan datang ke hotel.

Advertisement

“Di mana sekarang, Bapak Finon?” suara Monod dari seberang.

“Aku di hotel. Mau ke rumah Mas Wongso. Sekarang.”

“Oke, tunggu saya datang. Nanti tak antar.”

Advertisement

Belum sampai sepuluh menit, Monod, satu-satunya juara Indonesia kelas bulu yunior sampai tiga kali, sudah tiba di lobi hotel. Kami langsung berangkat. Tanpa sarapan pagi.

“Telepon Mas Wongso, bilang kita mau datang,” pesan penulis.

“Tidak usah. Langsung saja,” balas Monod.

Advertisement

Tidak sampai satu jam, Monod menunjuk: “Itu rumah Pak Wongso. Saya parkir dulu di seberang, supaya tidak menggangu yang di belakang.”

Ketika Monod masih di pintu mobilnya, penulis sudah berdiri persis di depan pagar rumah sang legenda tinju Malang, Wongso Suseno, Jalan Simpang Raya Langsep, RT 01 RW 02, Nomor 29.

Beruntung sekali. Pagi itu Wongso Suseno di rumah. Duduk sendiri di teras sambil membersihkan piring kecil tempat makan kucing.

Advertisement

“Selamat pagi, Mas Wongso.”

“Siapa ya?” Wongso Suseno berdiri dan menuju pagar kemudian mendorong ke sebelah kanan.

Takut tidak dikenal, penulis langsung lepas topi lepas masker. “Ini aku, Finon Manullang.”

Advertisement

“Ada apa ini?” Wongso Suseno kaget sekali. “Masuk, masuk, masuk.”

Kami salaman dan masuk ke ruang tamu. Lantaran waktu terbatas, penulis sampaikan kepada tuan rumah bahwa kedatangan untuk mengambil beberapa gambar.

Wongso Susesno segera sibuk mengatur apa-apa yang diperlukan, seperti lampu rumah supaya terang, menggeser sendiri kursi, dan membetulkan letak gambar tua yang tergantung di dinding sedikit berdebu.

Advertisement

Gambar tersebut dapat mengingatkan yang melihat pada masa era sang legenda ketika menjadi orang Indonesia pertama merebut gelar OBF. Beberapa medali yang sudah luntur dan tak bisa dikenalnya, juga tergantung di samping gambar ukuran besar satu meter.

Wongso Suseno, sang legenda tinju, sangat hormat sekali menyambut tamunya. Ini menjadi contoh yang baik bagi generasi tinju era sekarang yang besar lewat medsos.

Kesederhanaan Wongso Suseno tidak sekali itu saja. Penulis sudah mengenal Wongso Suseno sejak tahun 1984, di ruang kantor Redaksi Majalah Tinju Indonesia, Jalan Kalikepiting 123, Karangmenjangan, Surabaya.

Advertisement

Pada tahun itu, penulis menangani Redaksional majalah Tinju Indonesia. Sementara, Wongso Suseno datang dari Malang untuk menjalani persiapan di Sawunggaling Boxing Camp Surabaya. Ruang redaksi dengan ring tinju hanya berjarak lima meter.

Saat bertamu ke rumah Wongso Suseno di Jalan Simpang Raya Langsep, Malang, penulis melihat ruang tamu penuh piala, medali, dan sabuk. Semua sudah luntur dimakan waktu.

Salah satu medali yang sudah lapuk itu adalah medali emas kelas welter ringan yang direbut Wongso Suseno melalui PON VII, yang berlangsung Surabaya, 28 Agustus hingga 4 September 1969.

Advertisement

Di rumah Simpang Raya Langsep, Wongso Suseno rajin memberi makan kucing liar dan mengurus dua sangkar burung. Burung itu kecil tapi sangkarnya agak besar dan bersih.

Di teras sebelah kiri, tergantung sarung tinju dan speed ball yang sudah usang, juga sepeda motor tua yang surat dan mesinnya dipastikan mati.

Sebelum berpisah, istri Wongso Suseno, Ibu Lily Cynthia datang dari pasar sambil menenteng keranjang. Kami disediakan makan kue dan minum air mineral. Lantaran enak, penulis menghabiskan tiga lemper. Hungry.

Advertisement

Di rumah itu, hanya Bapak Wongso Suseno dan Ibu Lily Cynthia yang tinggal. Anak-anak mereka sudah lama berdikari.

WONGSO SUSENO DALAM 17 NOVEMBERMurid dan guru tinju; Monod dan Wongso Suseno.

WONGSO SUSENO RONDEAKTUAL

Percakapan Terakhir Wongso Suseno

Setelah hampir 30 menit dan sebelum berpisah, inilah percapakan terakhir kami, yang didampingi Monod.

“Mas Wongso masih olahraga?” tanya penulis.

Advertisement

“Sudah tidak pernah. Sekarang di rumah saja. Pagi sudah bangun, gerak-gerak dikit. Sebelum jauh malam sudah di tempat tidur.”

“Mas Wongso hebat, masih sempat mengurus burung. Apa burungnya masih hidup?” penulis setenah bergurau.

“Ya masih lah. Cuma tidak seperti burung orang lain. Ini iseng saja, biar gerak. Diam terus tidak baik. Saya juga ngurus kucing. Makannya (di tiga piring kecil) saya isi setiap pagi. Kadang kucing liar masuk dari pagar. Saya senang melihat kucing datang cari makan. Sampai rebutan.”

Advertisement

“Masih ikut tinju?”

“Sudah tidak pernah. Terakhir diundang untuk menghadiri pertemuan matan petinju Malang, tapi tidak bisa datang. Monod yang sering ke rumah,” ujar Wongso Suseno. Meski menetap jauh di Karang Lo, Singosari, Monod lebih banyak operasional di Malang, menyempatkan waktunya singgah sebentar ke rumah sang guru tinju.

“Kamu sendiri bagaimana kabarnya, Finon?” Wongso bertanya. “Masih terus seperti dulu, wartawan?”

Advertisement

“Aku masih seperti dulu, Mas Wongso. Setiap bangun pagi langsung buka komputer. Menulis untuk tinju, tak pernah putus.”

“Hebat itu,” Wongso Suseno memuji. “Teruskan, siapa lagi yang mau menulis tinju kalau bukan kamu Finon. Jangan lupa menjaga kesehatan, itu paling penting.” Senang mendengar kata-kata Wongso Suseno.

Hari ini pas hari ulang tahun yang ke-80, Wongso Suseno telah pergi untuk selama-lamanya, Senin, 17 November 2025.

Advertisement

Selamat jalan, Bapak Wongso Suseno, semoga mendapat tempat yang indah di sana. Nama dan karya besarmu dalam olahraga tinju tak akan mudah lekang dari ingatan. Kepada keluarga yang ditinggalkan semoga kuat dan tabah dalam menghadapi cobaan ini.

Foto-foto oleh Finon Manullang

Advertisement