Coretan Finon Manullang: Mengenal Valence Hurulean di Poorboys Boxing

ILUSTRASI VALENCE

Rondeaktual.com – Penulis lupa, siapa orang pertama yang mengenalkan penulis dengan mendiang Valence Hurulean.

Valence adalah petinju amatir top Irian Jaya. Langganan Pelatnas. Kecewa, Valence melepas jubah amatir dan berkarier untuk kelas menengah tinju pro Indonesia.

Banyak yang mengenal Valence Hurulean, karena pribadinya yang baik. Dari masa hidupnya sampai kematiannya yang menyedihkan, dikenal oleh masyarakat tinju secara luas.

Advertisement

Valence Hurulean seorang petinju amatir memiliki prestasi bagus. Kalau tidak [berbakat, cerdas, dan disiplin], mana mungkin menjadi langganan pelatnas.

Syarat menjadi atlet pelatnas harus pemegang medali emas dan yang terbaik di kelasnya. Beda dengan sekarang, tidak pernah menjadi yang terbaik tetapi bisa masuk pelatnas.

Valence Hurulean sempat mendominasi kelas menengah ringan, yang mendorongnya langganan Pelatnas Jakarta. Tingkat popularitasnya sudah terjamin. Tidak ada yang meragukan tinjunya.

Advertisement

Di Pelatnas, Valence Hurulean sering bersama nama terkenal seperti; Firman Pasaribu, Ronny Sarimole, Rachman Mone, Boy Bolang, Benny Maniani, Wiem Gommies, Frans VB, dan mungkin Lodewijk Akwan.

Valence Hurulean pernah merebut medali perunggu Piala Presiden RI ke-2 Jakarta tahun 1979. Merebut medali emas Kejuaraan ASEAN IV Kualalumpur 1979. Merebut medali perak SEA Games X Jakarta 1979, dalam final kelas menengah kalah di tangan petinju Thailand, Suchart Kanchanaprasert.

Valence juga pemegang medali perunggu kelas menengah ringan PON ke-8 Jakarta tahun 1973. Dalam semifinal, Valence (mewakili Irian Jaya) kalah melawan Boy Bolang (mewakili DKI Jakarta).

Advertisement

Pertemuan Pertama di Sasana Poor Boys

Suatu hari terjadi masalah. Valence harus keluar dari Pertina dan memilih tinju pro. Pilihan itu mendorong langkah penulis menjumpainya di Sasana Poor Boys Boxing, Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Pada tahun 1981, penulis belum setahun berkarya untuk wartawan. Tidak terikat alias free lance. Hidup di Jakarta dari hasil menjual tulisan ke Majalah Selecta Group, Majalah Sprotif, dan Harian Kompas.

Sasana itu dibangun oleh Tagor Harahap, seorang tokoh tinju. Sekarang menjadi Perumahan Cipinang Muara Satu. Poor Boys dioper ke Pasar Minggu, diteruskan oleh mendiang Eddy Latief.

Advertisement

Penulis sengaja mencari Valence Hurulean dengan cara berjalan kaki. Seorang diri.

Kami salaman. Valence tingginya hampir 180 sentimeter. Penulis harus tengadah untuk bisa menjangkau wajahnya.

Tinggi besar dan berotot. Menekuni olahraga keras semacam tinju, ternyata tidak tersisa di wajahnya yang bersahabat. Seolah tidak berlatar belakang tinju. Senyumnya lembut. Kata-katanya halus. Sangat santun.

Advertisement

Kami duduk di ruang tamu. Valence Hurulean mengenalkan istrinya bernama Wati, yang ternyata timnas bola voli, era Orce Rumaropen dan Luciana Taroreh.

Percakapan kami biasa-biasa saja. Tidak ada yang meledak-ledak. Tidak ada cerita buruk tentang kepergiannya dari Pertina.

Setelah itu, hubungan kami menjadi kuat. Setiap bertemu di sekitar ring, Valence selalu tersenyum dan setengah menunduk saat bersalaman. Ramah sekali dan itu berlaku bagi setiap orang.

Advertisement

Dari pertemuan itu, penulis menjadi dekat dengan Leon Hurulean, seorang penyanyi dari group band yang bermarkas di Asrama Mahasiswa Irian Jaya/Papua di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Leon adalah adik Valence.

Suatu malam, Valence bertanding melawan Polly Pasireron [sasana Garuda Jaya] di Gedung Hailai Ancol, Jakarta Utara, 16 Oktober 1982.

Tempat pertandingan sangat representative. Dingin dan mewah. Tempat orang-orang berduit menghamburkan uang untuk mendapat hiburan malam kelas satu. Di sana apa saja tersedia [kecuali narkoba, karena tahun itu belum eranya seperti sekarang]. Seks dan alkohol bertaburan. Klub favorit bagi orang-orang kaya.

Advertisement

Pertandingan ditangani promotor Halim Susanto, untuk kelas menengah enam ronde. Memasuki ronde keempat, Valence menjual taktik bertahan di tali ring dan membiarkan tubuhnya dipukuli, sebagai upaya menguras tenaga lawan.

Ternyata taktik seperti itu ketinggalan. Sudah tidak berlaku lagi dalam tinju pro yang terus mengalami perubahan demi keselamatan petinju.

Ketika Valence bersandar di tali ring dan menangkis serangan lawan dengan doudle cover, tiba-tiba wasit Bobby Njoo datang menghentikan pertandingan. Dianggap tidak ada perlawanan.

Advertisement

Valence marah dan menuding wasit terlalu terburu-buru menghentikan pertandingan.

Pada era itu, bertahan di tali ring merupakan taktik terbaik untuk menguras tenaga lawan, meniru gaya Muhammad Ali. Beda dengan sekarang, empat atau enam pukulan tanpa balas, wasit pasti menghentikan pertandingan. TKO dan selesai.

Keputusan kontroversial mendorong Valence Hurulean pergi ke Palmerah Selatan. Mengadu dan diterima oleh Redaktur Olahraga Harian Kompas, Valens Doy.

Advertisement

Sehari kemudian, isi curhat Valence dimuat dalam porsi panjang di Rubrik Surat Pembaca.

PARK BOXRECRaja KO Korea Selatan, Chong Pal Park, pernah mengalahkan empat petinju Indonesia; Rocky Joe, Suwarno, Polly Pasireron, dan Valence Hurulean.

Valence Kejuaraan OPBF di Korea

Tidak banyak pertandingan pro yang bisa dilakukan Valence Hurulean. Ketika menerima kontrak kejuaraan OPBF kelas menengah melawan “KO King” Chong Pal Park di Seoul, Korea Selatan, 18 Juli 1982, Valence pergi tanpa persiapan cukup. Kurang latih tanding. Bertahan hanya dua ronde KO dan selesai.

Advertisement

Setelah pensiun dari tinju, Valence meneruskan karier di Pertanian Pasar Minggu dan wasit/hakim tinju pro, sampai kepergiannya yang tidak banyak diketahui orang. Rest in peace.

Ikuti coretan berikut tentang Setijadi Laksono, pemegang medali emas kelas berat PON VII dan promotor kelas satu Jawa Timur.

Finon Manullang, menulis untuk tinju, dari Desa Tridayasakti, Jawa Barat.

Advertisement