Rondeaktual.com
Pertandingan tinju SEA Games XXXI/2022 Hanoi, Vietnam, praktis menyisahkan tiga bulan sekian hari lagi.
Pemusatan latihan nasional (Pelatnas) akan berlangsung di HS Boxing Camp Ciseeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, mulai 3 Februari 2022.
HS Boxing Camp dipilih karena dianggap memenuhi persyaratan untuk sebuah pemusatan latihan sehebat SEA Games.
HS Boxing Camp adalah sasana baru, nun jauh di sana, di Desa Mekar Perigi, salah satu perkampungan pusat bisnis ikan hias. HS Boxing Camp adalah sasana baru namun pemiliknya bukan orang baru di dunia pertinjuan. Siapa yang tidak mengenal Hengky Silatang, sang pendiri.
HS Boxing Camp diresmikan Ketua Umum PP Pertina 2016-2020 Irjen Pol Johni Asadona, Sabtu, 29 Agustus 2020.
Peresmian HS Boxing Camp dihadiri mantan judoka tangguh Krisna Bayu, dua mantan juara tinju dunia Ellyas Pical dan Nico Thomas, juara bulutangkis dunia Icuk Sugiarto, Ketua Umum KOI Raja Sapta Oktohari, Daud Yordan, mantan juara Asia kelas welter Frans van Bronskhorst.
Untuk menghadapi SEA Games, enam petinju (empat putra dan dua putri) telah mendapat surat pemanggilan. Para petinju akan ditangani oleh empat pelatih.
Berikut profil singkat petinju dan pelatih SEA Games XXXI/2022, dimulai dari Kornelis Kwangu Langu.
1. Kornelis Kwangu Langu, Bali, kelas 52 kilogram.
Nama petinju asal Nusa Tenggara Timur, yang bernaung di Pertina Bali ini sudah tidak asing lagi. Sederet prestasi taleh melengkapi perjalanan karir tinjunya yang panjang.
Pada SEA Games Singapura 2015, Kornelis merebut medali emas kelas terbang ringan, setelah dalam final mengalahkan andalan muda Filipina, Rogen Ladon.
Pada PON XX/2021 Papua, Kornelis merebut medali emas kelas terbang ringan, setelah mengalahkan harapan Nusa Tenggara Timur, Mario Kali.
Untuk menghadapi SEA Games Hanoi, Kornelis harus bergabung dengan kelas 52 kilogram. Dia dianggap sudah mempunyai pengalaman internasional yang cukup panjang.
2. Farrand Papendang, Sulawesi Utara, kelas 63 kilogram
Farrand pernah satu tim dengan Kornelis di SEA Games XXVIII/2015 Singapura. Kornelis merebut medali emas dan Farrand merebut medali perunggu kelas ringan. Farrand kalah atas petinju Filipina, Junel Cantancio, dalam pertandingan semifinal.
Pada PON XX/2021 Papua, Farrand membuktikan diri masih yang terbaik di kelas welter ringan, yang dalam final menghentikan perlawanan Alfino Nanlohy (Jawa Barat).
3. Sarohatua Lumbantobing, Sumatera Utara, kelas 69 kilogram.
Sarohatua adalah pemegang medali perunggu kelas 64 kilogram PON XIX/2016 Jawa Barat.
Medali perunggu itu sebagai modal penting mengantar Sarohatua masuk Pelatnas SEA Games dan merebut medali perunggu era Ketua Umum Johni Asadoma.
Perjalanan karir tinjunya kurang gemilang. Hampir tidak ada kemajuan. Tetapi pada PON XX/2021 Papua, Saraohatua memperlihatkan kemajuan pesat.
Bertanding di kelas welter, Saroha membabat semua lawan dengan KO, kecualia pada malam final menang angka atas raja KO asal Nusa Tenggara Barat, Saputra Samada.
Kemenangan Sarohatua sekaligus menebus satu dari dua kekalahannya atas Saputra Samada.
Sarohatua tidak pernah menerima medali emasnya di atas ring, karena final terakhir kelas berat antara Wilis Riripoy (Jawa Tengah) dengan Erico Amanupunjo (Papua) rusuh sampai tengah malam.
Akhirnya Upacara Penghormatan Pemenang (UPP) untuk kelas welter, kelas menengah, kelas berat ringan, dan kelas berat, ditiadakan. Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi tidak pernah naik ke atas ring untuk menyerahkan medali, yang sudah dijadwalkan sebelumnya.
Itu merupakan UPP terburuk sepanjang sejarah PON.
4. Maikel Muskita, Jawa Barat, kelas 81 kilogram.
Maikel Muskita adalah raja kelas menengah dan dia tidak terkalahkan di dalam negeri. Memenangkan seluruh pertandingan yang diikuti di setiap Kejurnas sampai terakhir PON XX/2021 Papua.
Kelas menengah adalah spesialisasi Maikel Muskita. Namun karena perkembangan usia, dia harus naik ke kelas 81 kilogram. Di kelas ini rajanya adalah Bram Betaubun (Jawa Barat).
Pada PON Papua, Maikel dan Bram merebut medali emas kelas menengah dan kelas berat ringan. Maikel mengalahkan Cakti Putra (Bali) dan Bram menjatuhkan Toar Sompotan (Sulawesi Utara).
5. Novita Sinadia, DKI Jakarta, kelas 57 kilogram.
Novita Sinadia adalah petinju lama asal RE Boxing Minahasa Utara. Spesialisasinya adalah kelas terbang 51 kilogram, bukan kelas bulu 57 kilogram.
Novita pernah dipanggil masuk Pelatnas singkat dua minggu di Jakarta untuk mengikuti Kejuaraan Dunia Wanita di Korea Selatan.
Karena umur belum masuk kategori elite, Novita dicoret tetapi tetap diberangkat dan itu era Ketua Umum PP Pertina Reza Ali.
Di usianya yang masih muda menuju dewasa, Novita pernah diusir dari pelatnas kemudian diselamatkan seorang anggota Kopassu mendiang Williem Papilaya.
Menghadapi PON Papua, DKI Jakarta dengan berani menggeser Novita dari kelas terbang 51 kilogram ke kelas bantam 54 kilogram.
Hasilnya luar biasa. Novita pulang membawa medali emas kelas bantam PON Papua, setelah dalam final kembali mengalahkan harapan Nusa Tenggara Barat, Karmila.
Untuk menghadapi SEA Games XXXI/2022 Hanoi, Novita kembali didorong dari kelas 54 kilogram ke kelas 57 kilogram.
6. Uswatun Hasanah, Nusa Tanggara Barat, kelas 60 kilogram.
Uswatun adalah wanita yang hebat dan sudah duakali membuat sejarah.
Mengawali karirnya dengan medali perak kelas ringan PON XIX/2016 Jawa Barat, setelah dalam final kalah secara kontroversial atas Welmi Pariama (Maluku).
Lepas PON Jawa Barat, Uswatun belum pernah kalah oleh petinju dalam negeri. Dialah ratu kelas ringan nasional.
Uswatun membuat kejutan besar dan menjadi wanita Indonesia pertama merebut medali dari Asian Games, yaitu medali perunggu kelas ringan Asian Games XVIII/2018 Jakarta.
Dua tahun kemudian, Huswatun kembali membuat sejarah dengan merebut medali perak kelas ringan Asia, pas era pandemic COVID-19.
Huswatun Hasanah terakhir merebut medali emas kelas ringan PON Papua, setelah dalam final menyingkirkan harapan Nusa Tenggara Timur, Erniati Ngongo.
7. Darman Hutauruk, Riau, pelatih.
Darman Hutauruk adalah mantan petinju dan terakhir bertanding di kelas menengah.
Darman, lelaki tinggi besar, dipromosikan sebagai pelatih pelatnas karena tangan dinginnya bisa menghasilkan petinju berpretasi.
Darman benar-benar seorang pelatih yang sudah terbukti bisa mencetak juara, yaitu Jacky Manalu (emas kelas 46 kilogram PON Jawa Barat) dan Ingatan Ilahi (medali emas kelas terbang PON Papua).
8. Kusdiyono, Jawa Barat, pelatih.
Kusdiyono adalah petinju Jawa Barat dengan sejumlah prestasi dan merebut emas Kejurnas, STE, dan PON.
Kusdiyono datang dari keluar tinju yang berprestasi dan keluarga tentara. Kusdiyono seorang Angkatan Darat dan abangnya seorang Marinir.
Sebelum pensiun dari tinju, Kusdiyono masih sempat merebut medali perunggu kelas welter PON Jawa Barat 2016.
9. Matheus Lewaherilla, Maluku, palatih.
Hampir seluruh hidupnya total untuk tinju. Sepanjang karir tinju amatirnya, lelaki tinggi langsing ini merebut medali di mana-mana seperti Kejurnas, STE, PON, Piala Presiden RI Jakarta.
Berhenti bertanding, Matheus Lewaherilla mengabdikan hidupnya sebagai pelatih. Menjadi pelatih pelatnas bukan yang petama dalam karir Matheus Lewaherilla.
10. Verry Yugangga, Banten, pelatih fisik.
Verry Yugangga dikenal sebagai Ketua Pengprov Pertina Banten, bukan pelatih.
Ketika Pelatnas Putih mulai dibuka di Serang, nama Verry Yugangga menjadi bagian dari persiapan tim pelatnas yang tak terpisahkan. Kerjanya rajin. Bawaannya gaul. (finon manullang)