Rondeaktual.com – Sejarah tinju mencatat Freddy Ramschie adalah triple champion pertama Indonesia. Freddy, berdarah Maluku domisili Surabaya, menciptakan rekor triple champion pada awal dekade 70-an. Freddy menjadi juara tinju profesional Indonesia di kelas bantam, kelas bulu yunior, dan kelas welter yunior. Freddy menguasai tiga kelas dan itu prestasi besar dalam sejarah tinju Indonesia.
Hampir 20 tahun kemudian, Rudy Hariyanto, 56 tahun, menjadi petinju Jember pertama dan satu-satunya yang mencatat sejarah triple champion. Bintang tinju Jember ini menyamai prestasi pendahulunya dengan merebut gelar juara Indonesia kelas bulu, kelas ringan yunior, dan kelas welter yunior.
Tidak ada petinju Jember yang pernah menjadi juara, kecuali Rudy Hariyanto. Sampai sekarang.
Rudy Hariyanto, legenda si Anak Emas Jember, adalah kelahiran Jatiroto, Lumajang, Jawa Timur, 27 November 1964. Mulai bertinju di Jember dan sampai menggantungkan sarung tinju tetap di Jember. Selama bertahun-tahun Rudy Hariyanto telah mengangkat dan mengharumkan nama Jember.
Selama menjadi atlet tinju top Jember, Rudy tidak pernah mendapat sesuatu yang spesial.
“Kalau Faisol (Akbar) enak. Dia dikasih kerja di Pemda Lumajang. Bupatinya baik. Almarhum Bugiarso juga dapat perhatian dari pemerintah daerah di Probolinggo,” ujar Rudy.
Di Jember, Rudy pernah bekerja sebagai satpam. “Sudah tua. Saya sudah pensiun dan sakit-sakitan.”
Selama bertinju, Rudy mengaku selalu membawa nama Jember. “Saya berjuang di atas ring dan itu saya lakukan demi olahraga Jember. Saya tidak memikirkan uang bayaran. Di kepala saya yang ada cuma satu; juara, juara, dan juara.”
“Alhamdulillah, berkat latihan keras dan dukungan masyarakat Jember, saya bisa menjadi juara Indonesia di tiga kelas yang berbeda. Itu yang membuat saya bangga.”
3 GELAR JUARA RUDY HARIYANTO
26 Januari 1988, Gedung Go Skate Surabaya: Rudy Hariyanto (Gumitir Boxing Camp Jember) merebut gelar lowong juara Indonesia sabuk KTI kelas bulu, menang angka dalam pertarungan berdarah-darah sepanjang 12 ronde yang sangat mendebarkan melawan Hengky Gun (Sawunggaling Surabaya).
21 Maret 1989, Gedung Go Skate, Surabaya: Rudy Hariyanto (Gumitir Boxing Camp Jember) merebut gelar juara Indonesia kelas ringan yunior, menang KO ronde 4 atas Pulo Sugar Ray (Garuda Airlangga Boxing Camp Surabaya).
23 Oktober 1993, Binjai, Sumatera Utara: Rudy Hariyanto (Gumitir Boxing Camp Jember) merebut gelar juara Indonesia kelas welter yunior, menang KO 6 atas Mual Simbolon (Sumatera Utara).
Itulah perjalanan panjang tiga Kejuaraan Indonesia yang telah dilewati Rudy Hariyanto. Ia mencatat rekor triple champion satu-satunya yang pernah ada di Jember. Tak akan tersamai.
“Itu kesenangan hidup,” ucap Rudy Hariyanto. “Saya juara Indonesia sampai tiga kelas dan itu yang membuat saya dijuluki Anak Emas Jember. Memang tidak ada petinju Jember yang juara. Saya satu-satunya. Senangnya bukan main, tapi itu sudah berlalu. Era emas itu sudah habis. Sudah lewat. Sekarang sudah tua. Sudah 56 tahun usia saya. Sudah pensiuan dari elpiji dan tidak punya pekerjaan. Sekarang hidup menderita. Heran, sakit tidak sembuh-sembuh.”
Rudy Hariyanto pensiun tepat 1 Januari 2020. Ia mendapat kartu jaminan dan sudah diuangkan Rp 14 juta. “Tidak ada pesangon. Kalaupun ada hanya dikasih jam tangan. Saya terima dan saya bilang: “terima kasih sudah dikasih jam.”
Setelah pensiun dari satpam tempatnya bekerja, Rudy Hariyanto mengalami sakit syaraf kejepit. “Maret mulai sakit. Pas musim Corona,” katanya.
Saya menanggapinya begini: “Kena COVID-19 barangkali. Hati-hati. Coba periksa.”
“Oh tidak,” sergahnya. “Dokter bilang sayaf kejepit di bawah tengkuk. Dokter menganjurkan supaya operasi. Saya bilang ke dokter, sabar dok. Saya tanya dulu keluarga. Eh, keluarga tidak kasih.”
Penasaran. Saya bertanya: “Mengapa tidak ada dukungan dari keluarga?”
“Keluarga takut. Takut kalau terjadi apa-apa terhadap diri saya.”
Saya memilih diam. Tidak mau meneruskan pembicaraan tentang anjuran dokter untuk menjalani operasi. Padahal itu bagus.
Rudy Hariyanto menjelaskan, lutut kanannya lemas kalau dibawa jalan. “Tidak kuat. Saya kalau jalan pakai tongkat. Tangan kanan pegang tongkak, karena yang sakit kaki kanan. Kalau pegang tongkat, saya kuat olahraga jalan sampai satu jam. Saya tidak mau diam. Harus gerak supaya tidak tambah ambruk. Harus ada usaha, meski dibantu dengan tongkat. Kalau saya jalan, pasti keringatan.”
Menderita sekali hidup Rudy Hariyanto di usia pensiun. “Jari-jari saya sering kesemutan. Sudah makan bawang putih tunggal. Bagus. Cuma lutut ini lemas. Tidak kuat.”
Rudy Hariyanto memulai karir tinju di Cipta Jasa Jember milik Bambang Susila, pada 1982. Rudy menjadi orang Jember pertama terjun sebagai petinju profesional. Cipta Jasa juga mengorbitkan dua Tabalubun; Acan dan Dodie. Menyusul Paulinus Amkey.
Di awal karirnya, Rudy menjatuhkan Hengky Gun (salah satu petinju tangguh Sawunggaling Surabaya) pada ronde 4 di GOR Pulosari Malang, 16 Oktober 1983. Kemenangan Rudy mengangkat popularitasnya tetapi tidak pernah mendapat promosi yang baik.
Rudy pernah dibayar Rp 350 ribu per minggu sebagai mitra tanding juara dunia Ellyas Pical.
“Selama enam bulan tinggal di sasana Garuda Jaya (Jalan Mandala, Kompleks BI, Pancoran, Pasar Minggu, Jakarta Selatan). Makan-tidur di sana. Kamar tidur hanya beberapa meter dari ring tinju. Setiap latih tanding dengan Ellyas Pical, saya harus menggunakan sarung tinju yang ukurannya besar. Ellyas Pical ukuran kecil,” Rudy menjelaskan.
Keduanya beda kelas. Elly kelas bantam yunior 52,163 kilogram. Rudy kelas bulu 57,153 kilogram.
“Selain saya, ada juga Marthen Kasangke, Sambung, dan Adrianus Taroreh. Kita dibayar mingguan untuk membantu persiapan Ellyas Pical.”
Pemerintah, kata Rudy Hariyanto, seharusnya bisa melihat para pejuang olahraga. “Waktu Pak Adhyaksa (Dault) Menteri Olahraga enak. Teman-teman dapat rumah dan uang. Saya tidak kebagian apa-apa. Tapi saya ikut senang dan bangga ada menteri yang mau memperhatikan nasib mantan atlet. Kalau ada yang bisa meneruskan perbuatan baik Pak Adhyaksa, saya yakin olahraga kita bisa maju.”
Tentang karir tinjunya, Rudy bercerita bahwa dia sampai dua kali mengalahkan Hengky Gun.
“Saya akui, saya juga pernah kalah. Waktu itu Hengky Gun juara OPBF. Saya melawan dia tidak untuk perebutan gelar. Non gelar 10 ronde. Pada ronde 7, saya merasa tidak kuat dan saya menyerah.”
Rudy dibesarkan oleh Cipta Jasa Boxing Camp Jember bersama pelatih dan manajer Bambang Susilo. Rudy menjadi juara setelah bergabung dengan Gumitir Boxing Camp Jember bersama pelatih Alex Tumanken dan manajer Insjah Tumanken.
KEMENANGAN RUDY HARIYANTO
1983 Malang, mengalahkan Hengky Gun.
1983 Semarang, mengalahkan Agus Suyanto.
1984 Banyuwangi, mengalahkan Joko Arter.
1985 Malang, mengalahkan Juhari.
1985 Jember, mengalahkan Johannes M`siren.
1986 Surabaya, mengalahkan Hengky Gun.
1986 Jember, mengalahkan Daud Jordan.
1986 Jember, mengalahkan Sambung.
1987 Jakarta, mengalahkan Marthen Kasangke.
1987 Surabaya, mengalahkan Edy Sadaka.
1989 Malang, mengalahkan Marthen Kasangke.
1989 Surabaya, mengalahkan Pulo Sugar Ray.
1989 Surabaya, mengalahkan Pulo Sugar Ray.
1991 Tulungagung, mengalahkan Ali Aswad.
1991 Jember, mengalahkan Tajib Mandingo (kemudian menjadi Tajib Albarado).
1992 Bali, mengalahkan Abrosius.
1992 Jember, mengalahkan Mudafar Dano.
1993 Binjai, mengalahkan Mual Simbolon.
Tidak ada rekor yang sempurna. Rudy Hariyanto pernah kalah melawan: Hengky Gun, Pulo Sugar Ray, Gill Roberto Santos, Juhari, Alexander Wassa, Noce Lukman, Franky Polii, Mudafar Dano, Robby Rahangmetan, Gani Tala, Adrianus Taroreh, Ajib Albarado.
Pertarungan terakhir, Rudy kalah melawan Tajib dan kehilangan sabuk juara Indonesia kelas welter yunior, yang berlangsung di GOR Ngurah Rai, Denpasar, 19 Maret 1994. Rudy TKO ronde 7. Salah seorang penontonnya adalah Zainal Tayeb, pendukung Tajib.
Sebagian orang-orang yang menyaksikan pertandingan pulang dengan senang hati karena menang taruhan. (finon manullang)