Rondeaktual.com – Luar biasa pelatih tinju DKI Jakarta, David Kasidi Nasution alias Bayu Anggoro Siantarman. Uang bonus PON Papua 2020/21 dan Pon Aceh-Sumatera Utara 2024 telah dibelikan tanah di Medan [Sumatera Utara] dan rumah di Desa Parigi Mekar [Jawa Barat].
Tinju telah membawa perubahan dalam hidup Bayu Anggoro, 47 tahun. Perubahan datang setelah dirinya ditarik sebagai pelatih cabor tinju untuk Pelatda DKI Jakarta, menghadapi Pekan Olahraga Nasional [PON] Papua 2020/2021 dan PON Aceh-Sumatera Utara 2024.
Sebelum ditarik sebagai pelatih PON, hidup Bayu Anggoro sangat terbatas. “Makan saja susah [dan harus jualan es]. Tapi sekarang alhamdulillah, uang bonus PON untuk pelatih saya belikan tanah [di Medan, Sumatera Utara] dan rumah di Kampung Parigi Mekar [Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat]. Begitu cair, langsung saya belikan tanah [bonus PON Papua] dan rumah [bonus PON Aceh-Sumatera Utara]. Saya kira lebih baik beli tanah dan rumah. Kalau dipegang bisa amblas. Bisa tidak menyisahkan apa-apa. Namanya uang, kalau di tangan pasti panas. Belanja ini belanja itu, tahu-tahu sudah habis. Kalau ini kan sudah kelihatan. Sudah terbukti, hasil tinju itu ada. Terima kasih saya dipercaya. Uang hasil tinju tidak saya pakai untuk foya-foya,” kata Bayu Anggoro.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Bayu Anggoro, bonus pelatih hasil dua medali emas PON Papua, memperoleh Rp 70 juta. Dari PON Aceh-Sumatera Utara dengan empat medali emas, menerima bonus hampir Rp 120 juta.
Tanah di Medan, menurut Bayu Anggoro, dijaga oleh saudaranya. Di Medan, ia memiliki adik bernama Edo Anggoro, mantan petinju pro peringkat kelas terbang terbaik.
“Tidak mungkin dicuri orang. Itu tanah saya, lengkap suratnya,” katanya, ketika disinggung apakah tanah di Medan tidak takut hilang.
Baca Juga
Advertisement
Sementara rumah ukuran seluas 100 meter, dibelinya Rp 110 juta dan menjadi hampir Rp 160 juta termasuk biaya renovasi dapur dan kamar.
“Ini saya benahi. Kelihatan seperti baru,” katanya sambil menunjuk lokasi dapur rumahnya yang sudah rapih dan menyisahkan perlengkapan tukang. “Saya bayar tukang. Nanti kalau ada uang, saya mau bangun tanah yang di belakang. Bisa buat satu kamar kos-kosan. Bisa dikontrakin supaya ada uang masuk. Halaman samping dan depan tinggal tunggu uang. Nanti kalau sudah ada, dirapihkan supaya enak ditengok. Kalau malam saya tidur di sini. Itu tikarnya. Sabtu pulang ke rumah [di daerah Cilandak, Jakarta Selatan]. Naik motor, satu jam lebih dari sini.”
Di Cilandak di rumah kontrakan, Bayu Anggoro tinggal bersama istri keduanya dan anak-anak mereka. Istri Bayu bekerja di Keluruhan.
Baca Juga
Advertisement
Pada awalnya, Bayu Anggoro sempat berpikir untuk beli rumah di Sukabumi, kampung istrinya. Tetapi, pilihannya terlalu jauh kalau pulang ke Sukabumi. Sementara rumah yang sekarang hanya berjarak sekitar 35 langkah orang dewasa dari sasana tinju tempat ia bekerja sebagai pelatih.
Sebelum masuk pelatih Pelatda DKI, Bayu Angooro pernah asisten pelatih tinju pelajar di PPOP Ragunan Provinsi DKI Jakarta. Ia menerima gaji hanya Rp 1.500.000 per bulan. Belakangan gajinya tidak lagi segitu tetapi sudah drop hanya terima Rp 500 ribu per bulan.
“Untuk apa lagi bertahan dengan uang segitu. Mana mungkin. Bayangkan, dibayar lima ratus ribu sementara kita harus datang untuk memberikan latihan pagi. Akhirnya saya putuskan mundur. Saya berhenti sebagai pelatih dan tidak punya pekerjaan apa-apa. Suntuk kepala dibuatnya. Selama beberapa lama tidak ada pekerjaan.”
Baca Juga
Advertisement
Jalan hidup yang baru terbuka, ketika datang tawaran pelatih Pelatda DKI. Seseorang sangat berjasa dalam mendorong nama Bayu Anggoro masuk dalam tim pelatih Pelatda Provinsi DKI. Banyak pelatih lain antre menunggu panggilan, karena uangnya sangat sejahtera.
Selain bonus, setiap pelatih mendapat gaji sekitar Rp 7 juta. Tim Pelatda DKI ditangani pelatih lainnya seperti; Husni Ray, Hugo Gosseling dan Erwin Tobing. Semua hidup cukup.
“Uang gaji untuk hidup sehari-hari. Uang Bonus untuk investasi. Harus pandai-pandai mengatur uang masuk,” pesan Bayu Anggoro, yang belakangan kumat lagi sebagai perokok.
Baca Juga
Advertisement
David Kasidi Nasution alias Bayu Anggoro Siantarman, di Desa Parigi Mekar, Ciseeng, Jawa Barat, Sabtu, 14 Juni 2025. [Foto: Rondeaktual]
Mantan Petinju Terbaik Sumatera Utara
David Kasidi Nasution alias Bayu Anggoro Siantarman lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 15 Desember 1978. Di kelasnya, ia tercatat sebagai petinju terbaik Sumatera Utara kategori yunior.
Baca Juga
Advertisement
David Kasidi datang ke Jakarta untuk mengejar cita-cita sebagai petinju profesional, bersama adiknya Edo Anggoro. Keduanya berlabuh di sasana tinju Amphibi, Cilandak, Jakarta.
Sejak terjun sebagai petinju profesional, David Kasidi dikenal sebagai Bayu Anggoro. Tukar nama dan itu biasa dalam tinju pro. Berkompetisi di kelas terbang mini Indonesia. Bayu Anggoro pernah mengalahkan James Marciano, Alex Buckie, Sofwan Lombok. Bayu kalah melawan Hery Amol di GTP Indosiar Jakarta. Bayu Anggoro seharusnya sudah juara Indonesia. Sayangnya Inspektur Pertandingan [IP] ketika itu bego dan tidak mengerti apa yang harus diimplementasikan dalam pertandingan. Bayu Anggoro ditebang tidak boleh kejuaraan Indonesia. IP-nya bodoh sekali.
“Saya belajar pelatih dari Pak Husni Ray dan pelatih Bernard Lahindo. Di awal karier pelatih, saya pernah dibayar hanya lima ratus ribu sebulan. Itu tak akan terlupakan. Sekarang, sejak bergabung dengan tinju DKI Jakarta, alhamdulillah sudah lancar. Sudah tercukupi,” kata Bayu Anggoro, yang sekarang mendidik anaknya Sandy Anggoro sebagai generasi dalam tinju menuju PON mendatang.
Baca Juga
Advertisement
Finon Manullang
Tinggalkan Komentar..