Rondeaktual.com – Penulis baru saja menulis tentang Boy Bolang [pemegang medali emas kelas menengah ringan PON VIII], dua hari yang lalu.
Hari ini dan sekali lagi, aku menurunkan tulisan melalui Coretan Finon Manullang: Rahasia Tali Sepatu Boy Bolang.
Penulis senang, karena banyak yang bisa ditulis tentang Boy Bolang.
Baca Juga
Advertisement
Boy Bolang
- Lahir di Surabaya, 12 Januari 1948.
- Meninggal di Jakarta, 16 April 2004, dalam usia 56 tahun, dimakamkan di Jakarta Selatan. Beberapa tahun kemudian, anak-anak Boy Bolang memindahkan jenazah ayahanda tercinta ke Sandiego Hills Karawang, Jawa Barat.
Rahasia Tali Sepatu Boy Bolang di Stadion Mattoangin dan Delta Plaza
Tulisan berikut tentang hari-hari penulis bersama Boy Bolang di dua pertandingan terakhirnya, di Ujungpandang [sekarang Makassar] dan di Surabaya.
Di amatir, penulis tidak pernah meliput pertandingan Boy Bolang. Kami beda umur. Ketika Boy bertinju, penulis belum berkarya sebagai wartawan. Ketika Boy Bolang terjun sebagai petinju profesional di bawah pengawasan Komisi Tinju Indonesia [KTI], penulis merasa beruntung bisa melihat bagaimana Boy Bolang melepaskan jab-jab disusul straight. Teknik bertinjunya tinggi. Staminanya, jujur saja, sangat rendah.
Baca Juga
Advertisement
Harap mengerti, Boy Bolang terjun sebagai petinju pro ketika sudah 41 tahun.
Apa yang bisa diharapkan dari veteran setua Boy Bolang?
Tidak ada. Boy bukan petinju, tetapi lebih pas disebut “orang yang ingin memperlihatkan sisa masa lalu di atas ring”. Itu saja.
Baca Juga
Advertisement
Beliau datang untuk memenuhi kontrak pertandingan dengan promotor Tinton Soeprapto. Boy dibayar Rp 5 juta dan ini menjadi rekor bayaran terbesar. Tidak ada petinju Indonesia yang dibayar lima juga untuk pertandingan empat ronde. Sampai sekarang, rekor itu masih dipegang Boy Balang.
Boy hanya bisa stabil dua ronde dari rencana empat ronde cruiserweight melawan Suwarno di Stadion Mattoangin, Ujungpandang [sekarang Makassar], Sulawesi Selatan, Sabtu malam, 26 November 1988.
Pada malam pertandingan di lapangan terbuka, hadir antara lain juara dunia Ellyas Pical bersama istri drg. Rina Siahaya dan putra Presiden Soeharto, Tommy Soeharto.
Baca Juga
Advertisement
Suwarno yang menjadi lawan Boy Bolang adalah mantan juara OPBF dan mantan juara Indonesia kelas menengah. Suwarno masih aktif bertanding dan Boy bukan lawan yang pas. Matchmaker [penata partai] tidak mengerti cara menyusun pertandingan yang baik. Matchmaker itu seharusnya mendatangkan pemula, bukan Suwarno yang kuat dan tangguh.
Takut terjadi apa-apa terhadap Boy Bolang, sebelum meninggalkan Marranu City Hotel menuju Stadion Mattoangin, diambil kesepakatan bahwa Suwarno tidak boleh menyerang. Suwarno hanya boleh melepaskan jab dalam porsi 60%. Tidak boleh ada straight. Dalam tinju, straight adalah pukulan paling mematikan.
Kesepakatan diambil bersama Boy Bolang, Suwarno, Ary Joseph [pelatih Inra Boxing Camp Surabaya, tempat Suwarno berlatih], wasit Bernard Tjahjono [dari KTI Jawa Timur], Setijadi Laksono [tokoh tinju Jawa Timur], Chris Rotinsulu [sekondan Boy Bolang], dan hakim tinju Rustam Hunowu dan Jopy Limahelu.
Baca Juga
Advertisement
Pertandingan sudah diatur tidak ada pemenang, demi menghormati Boy Bolang, orang yang telah berjasa untuk tinju pro Tanah Air.
Memasuki dua ronde terakhir, Boy Bolang sudah pontang-panting dan harus menerapkan strategi “sengaja melepas tali sepatu tali sepatu bisa mengisi bensin.” Boy Bolang bisa mengumpulkan napas yang hilang.
Setelah menyelesaikan empat ronde penuh sandiwara, wasit mengangkat kedua tangan petinju. Tanpa pemenang, seperti kesepakatan bersama di lobi hotel. Menjelang tengah malam, semua kembali ke hotel.
Baca Juga
Advertisement
Pukul 01.00, penulis masuk ke ruang diskotek di hotel rombongan tinju menginap. Di sana penuh asap, bau bir, dan bau gincu wanita seksi yang hidup dari satu pelukan ke pelukan lelaki lain. Tidak ada yang jelek.
Pada era itu, Indonesia “masih bersih” alias belum dicekoki narkoba. Semua tamu terlihat menikmati malamnya bersama wanita pilihan masih-masing, yang diatur oleh “Mami” alias germo diskotek. Di sana bebas. Bila suka tinggal tunjuk, asal bayar. Di tempat hiburan malam tidak ada yang gratis. Sejengkal saja melangkah harus bayar.
Sebelum kepala berputar-putar dihantam musik disko, penulis kembali ke kamar. Tidur dan pukul 09.30 sudah siap-siap menuju destinasi terkenal bernama Maros.
Baca Juga
Advertisement
Di Maros, penulis bersama pelatih tinju Setijadi Laksono dan petinju Wongso Indrajit, naik ke atas dan singgah sebentar di sebuah gua. Pelancong menyebutnya “Gua Hantu”, ditemukan oleh turis Prancis.
Sebelum sore, kami kembali ke hotel. Di sana, di ruang biliar ada Boy Bolang. Sendiri.
Penulis datang dan langsung ditantang main biliar bola besar.
Baca Juga
Advertisement
Boy hebat. Tak terkalahkan.
“Tumben, sekarang merokok,” kata penulis.
“Ini iseng saja. Asapnya tidak diisap.” Boy Bolang memetikan rokoknya.
Baca Juga
Advertisement
“Tadi malam, tali sepatu lepas berkali-kali. Sengaja?
“You perhatikan rupanya. Itu taktik. Saya tidak mungkin mengalahkan Suwarno. Dia petinju hebat, raja kelas menengah.”
Sebelum malam, kami berpisah. Subuh sudah ke bandara. Penulis pulang ke Surabaya. Boy Bolang ke Jakarta.
Baca Juga
Advertisement
Tidak berapa lama kemudian, penulis jumpa Boy Bolang di Delta Surabaya. Persiapan tanding melawan M Solikin dari Gajayana Malang. Pertandingan resmi, 4 ronde durasi 3 menit.
Saat menghadapi Suwarno, Boy Bolang mulai menjual taktik “sengaja lepas tali sepatu” setelah memasuki ronde ketiga. Melawan Solikin [mantan juara Indonesia dan salah satu kelas welter terbaik], tali sepatu Boy Bolang sudah mulai lepas sebelum ronde kedua selesai. Stamina jauh lebih parah.
Sebelum segalanya berubah buruk atau sebelum tandu didorong masuk ke dalam ring, penulis segera menuju meja timekeeper dan mengambil palu kemudian membunyikan lonceng terakhir; teng…! teng…!! teng…!!! teng…!!!! teng…..!!!!!
Baca Juga
Advertisement
Pertandingan masih menyisahkan 1 menit dan 30 detik, namun “keputusan membunyikan lonceng terakhir sebelum waktunya” tidak ada yang protes. Lonceng itu lonceng terbaik bagi Boy Bolang, bagi semua orang, termasuk bagi KTI yang memberikan izin pertandingan.
Finon Manullang
Foto: Dok/BB
Baca Juga
Advertisement