Rondeaktual.com – Finon Manullang
Rondeaktual.com telah menulis sejumlah daerah yang akan mengejar pertandingan PON Aceh-Sumatera Utara 2024. Banyak yang sudah ditulis. Sekarang hadir kisah pelatih senior dari Kalimantan Selatan, pensiunan guru olahraga, Slamet Riyadi, 61 tahun.
Penulis pertama kali mengenal Slamet Riyadi di GOR Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, beberapa menit setelah kalah melawan Herry Maitimu, tahun 1989.
Hari itu, Slamet Riyadi sangat kecewa. Herry Maitimu (Jambi) mengalahkannya melalui pertarungan terbaik final kelas 48 kilogram PON Jakarta XII/1989. Herry Maitimu merebut medali emas dan tetap sebagai “Raja Kelas Layang”. Slamet Riyadi harus puas menerima medali perak.
“Itu pertandingan saya satu-satunya melawan Kak Herry (Maitimu). Paling berkesan dan paling saya ingat. Tak terlupakan, sampai sekarang,” ujar Slamet Riyadi. Semangat sekali. “Tidak pernah membayangkan bisa bertemu Herry Maitimu. Dia favorit saya, makanya bangga menghadapinya.”
Pada PON XIII 1993 Jakarta, Slamet Riyadi berhasil memenangkan medali emas kelas 48 kilogram, setelah dalam final mengalahkan harapan Sumatera Utara, Syamsul Bahri Siregar.
Slamet Riyadi tiga kali mengikuti PON. Pada PON XI 1985 Jakarta, Slamet Riyadi gagal merebut medali kelas 45 kilogram, setelah tersingkir di tangan Husni Ray (DKI Jakarta) dalam pertandingan 8 besar. Slamet Riyadi gagal menembus pertandingan semifinal.
“Husni mematahkan langkah saya ke semifinal. Itu saya ingat, tetapi itu bukan yang terbaik. Pertandingan terbaik saya tetap waktu melawan Herry Maitimu. Saya kira saya yang menang. Saya menghormati kemenangannya. Kak Herry petinju yang saya banggakan.”
“Pada PON berikutnya, saya pulang menenteng medali emas dan memperoleh bonus lima juta. Uangnya saya belikan rumah. Bukti kalau tinju bisa menghasilkan apa yang kita inginkan. Pada era kami, bonusnnya tidak seperti sekarang ratusan juta. Kita boleh bangga, saat ini bonus untuk olahraga sangat besar.”
“Kepada atlet tinju yang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi PON di Sumatera, teruslah berlatih. Jaga supaya tetap dalam semangat tinggi dan penuh tanggung jawab untuk mencapai cita-cita, mengangkat nama daerah, nama orangtua, negara dan bangsa.”
Sebagai atlet tinju, Slamet Riyadi pernah ditangani pelatih antara lain; Drs Tjahjono Suratman, Sudarno, Udin Johani, Biliar Hutapea, Agus, pelatih asal Kuba, Johny Riberu, Zulkaryono Arifin, Setijadi.
KELAHIRAN TANAH LAUT
Slamet Riyadi adalah kelahiran Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 24 April 1962. Orangtuanya berasal dari Sragen, Jawa Tengah. “Saya, untuk berbahasa Jawa, sedikit-sedikit bisa lah,” ujarnya.
Masa anak-anak Slamet Riyadi adalah masa yang pahit. “Hampir setiap hari menangis,” kenangnya, yang ikut mempersiapkan empat atlet tinju Kalimantan Selatan menuju PON Aceh-Sumatera Utara 2024. Ada empat palatih Kalsel untuk PON; Simoen Tamelab, Raplin Tamelab, Anthonius Johny, Slamet Riyadi.
“Anak-anak di kampung nakal. Saya selalu mendapat hinaan. Dikatain dan dipukul. Mau melawan tidak bisa. Badan saya kecil. Krempeng. Kalau ingat di masa anak-anak rasanya sedih. Teman-teman di kampung beraninya cuma ke saya. Karena itu tadi, badan saya kecil.”
Suatu hari, Slamet Riyadi meninggalkan tanah kelahirannya, Tanah Laut. Si Krempeng pergi ke Banjarmasin.
“Saya sekolah dan mulai latihan tinju dan naik ring. Waktu pulang ke Tanah Laut dan teman-teman tahu kalau saya sudah menjadi petinju, tidak ada lagi yang berani mengganggu. Kecil tapi juara tinju. Ini yang membuat mereka menjadi takut melihat saya. Kalau mereka ganggu, bisa kena serangan mendadak. Bisa reflek kena jab atau straight. Saya tidak dendam. Memang begitulah sikonnya dalam pergaulanan di masa lalu.”
Tidak hanya tinju, Slamet Riyadi mengikuti cabor lain. “Saya SGO. Di SGO banyak olahraga. Ada renang, atletik, panahan, gulat, sepakbola, kareta. Semua saya coba. Saya bisa karate. Saya mendalami gulat tapi tidak pernah masuk tim Kalsel. Tidak pernah diberangkatkan. Saya kecewa. Saya kan manusia juga, sama seperti orang lain. Dia diberangkatkan kok saya tidak diberangkatkan, itu pikiran saya. Akhirnya fokus tinju.”
“Waktu itu, tahun 1978, ada Kejuaraan AMI/ASMI di Banjarmasin. GOR tinju di seberang GOR gulat. Masih ingat, yang datang Ferry Moniaga, Chris Rotinsulu, Ucok Nainggolan. Saya putuskan masuk tinju.”
Tinju memang olahraga paling favorit dalam hidup Slamet Riyadi. “Saya belajar tinju karena suka membaca berita tinju. Membaca berita tinju yang mendorong saya latihan tinju. Waktu itu ada koran Banjarmasin Post, Kompas, Jawa Pos, Majalah Selecta Sport. Koran Memorandum (Surabaya), wartawannya yang ngepos di Banjarmasin sering datang ke rumah untuk wawancara. Kalau beritanya turun, wartawannya datang menunjukkan berita yang dia tulis tentang saya. Itu sangat menyemangati hidup. Saya senang. Setiap ada berita tinju pasti saya baca. Itulah yang mendorong saya belajar tinju. Membaca itu sangat penting.”
Slamet Riyadi mulai ikut pertandingan di GOR Hasanuddin, Banjarmasin, tahun 1980. “Di final, saya mengalahkan Oldi Mulyadi, petinju yang sering mewakili Kalsel. Saya juara pertama Kejurda Kalsel.”
PERJALANAN KARIR TINJU
SLAMET RIYADI
TAHUN 1982
Medali perak Pra PON Semarang. Final kalah melawan Syamsul Bahri Siregar (Sumatera Utara).
TAHUN 1985
Gagal medali kelas 45 kilogram PON XI 1985 Jakarta, tersingkir di tangan Husni Ray (DKI Jakarta).
TAHUN 1988
Perunggu Pra PON Jakarta. Semifinal kalah melawan Agus Souisa (Jawa Barat).
TAHUN 1988
Perak STE Dili. Semifinal kalah melawan Nelson More (Nusa Tenggara Timur).
Tahun 1989
Medali emas Piala Pemuda Panca Marga Bandung. Final mengalahkan Nelson More (Nusa Tenggara Timur).
TAHUN 1989
Medali emas STE Jambi. Final mengalahkan Joseph Souisa (Jawa Barat).
TAHUN 1989
Medali perak kelas 48 kilogram PON XII. Final kalah melawan Herry Maitimu (Jambi).
TAHUN 1990
Medali emas Kejurnas Senior Bali. Final mengalahkan Apolos Kurni (Irian Jaya/Papua).
TAHUN 1990
Ikut Mayor Cup di Filipina, gagal medali.
TAHUN 1991
Medali emas Kejurnas Senior Bandarlampung. Final mengalahkan Atet Wiyono (Lampung).
TAHUN 1993
Medali emas kelas 48 kilogram PON XIII/1993 Jakarta. Final mengalahkan Syamsul Bahri Siregar (Sumatera Utara). Slamet Riyadi menjadi petinju Kalimantan Selatan pertama yang merebut medali emas PON.
Setelah emas PON, Slamet Riyadi berhenti. Ia meneruskan karir sebagai pengajar kemudian menjadi pelatih tinju.
“Sebelum dapat emas PON, saya sudah kerja. Saya dari SGO (Sekolah Guru Olahraga), yang sekarang menjadi GPJK (Guru Pendidikan Jasmani Kesehatan,” kata Slamet Riyadi, sarjana olahraga, yang tahun 2022 sudah pensiun.
TENTANG SLAMET RIYADI
Nama: Slamet Riyadi.
Lahir: Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 24 April 1962.
Usia: 61 tahun.
Domisili: Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Status: Pensiunan guru olahraga.
Pekerjaan: Pelatih tinju.
Nama istri: Kridayani, guru SD Pengurus Dalam 8, Banjarmasin.
Nama anak: 1. Dea Rindani, 31 tahun, bekerja di Puskesmas, 2. Rai McAquino, 29 tahun, pernah ikut tinju PPLP, 3. Muhammad Satrio Pamungkas, 14 tahun, status atlet pelajar cabor tinju. Pamungkas diharapkan bisa menjadi generasi berikutnya.
“Perjalanan tinju saya cukup panjang. Lupa-lupa ingat siapa saja yang saya kalahkan dan siapa saja yang mengalahkan saya. Minta maaf kalau ada yang keliru.”
“Saya pernah mengalahkan Faisol Akbar (Lumajang, Jawa Timur), mengalahkan Andrian Kaspari (Surabaya, Jawa Timur), Agus Maay (Papua), Apolos Kurni dan Simon Kurni (Papua).”
“Petinju yang pernah mengalahkan saya antara lain, Chatchai Sasagul (Thailand), Beker Hutagaol (Jambi), Husni Ray (DKI Jakarta), Polsan Gabriel (Sumatera Selatan), Nelson More (Nusa Tenggara Timur), Agus Maay (Papua), Gabriel Berna (Filipina), Da Costa (Jawa Tengah), Syamsul Bahri (Sumatera Utara). (Finon Manullang)