Rondeaktual.com
“Jalan hidup manusia tak bisa diukur,” kata mantan juara Indonesia kelas terbang ringan Tubagus Jaya, 65 tahun.
Memang tidak ada yang menyangka, di hari tuanya, Tubagus Jaya mendapat pensiun seumur hidup. Dia satu-satunya.
“Hidup saya begitu buruk,” desis Tubagus Jaya, seolah menyalahkan diri sendiri. “Ketika umur sudah enam puluhan, saya cerai di pengadilan. Ketika orang yang menyelamatkan hidup saya meninggal dunia, pimpinan kantor menyuruh saya istirahat karena sudah tua. Eh, tiba-tiba saya panggil dan katanya saya menerima pensiun seumur hidup.”
Seperti tidak percaya, Tubagus Jaya menangis di hadapan wanita itu, sang pimpinan.
Iwan Sutikno alias Tubagus Jaya asal Balikpapan, Kalimantan Timur (bukan Jawa Timur, seperti ditulis sebelumnya) adalah sosok mantan juara Indonesia kelas terbang yunior orbitan mendiang pelatih Ir. Simson Tambunan di Garuda Jaya Jakarta. Dia salah satu juara yang memiliki jab-straight terbaik.
Tubagus Jaya merebut gelar juara setelah menang 12 ronde atas M Jusuf dari Bandung, tahun 1983. Tubagus Jaya kehilangan gelar di tangan Yani Hagler di Surabaya, tahun 1984.
Di Garuda Jaya, Tubagus Jaya satu sasana dengan sejumlah petinju besar seperti; mendiang Piet Gommies, Ricky Tampubolon, Ellyas Pical dan Polly Pasireron.
Setelah menggantungkan sarung tinju, Tubagus Jaya meneruskan karir sebagai pelatih.
Tujuh tahun terakhir, hidupnya mulai kacau dan entah bagaimana ceritanya, rumah tangganya berantakan. Ketika usianya sudah enam puluhan, dia digugat cerai oleh istrinya.
“Sudah berkali-kali sidang. Sepertinya saya kalah, tapi saya bertahan. Saya tidak mau cerai. Sehari menjelang mediasi terakhir, tiba-tiba seorang lelaki minta bertemu di Kampung Melayu (Jakarta Timur), depan terminal. Saya ke sana. Dari jauh, tangan orang itu memanggil-manggil. Mungkin sudah mengenal saya lewat tayangan youtube. Waktu itu ada anak teman (Robert Marbun) bikin youtube tentang nasib mantan petinju yang digugat cerai oleh istrinya.”
“Singkat cerita,” kata Tubagus Jaya. “Saya diajak ke Tebet Timur, dekat sekolah SMP. Saya dikasih tempat tinggal di sana dan bekerja sebagai pengawal. Saya sering diajak mendampingi beliau. Sering disuruh turun, kasih uang ke orang-orang miskin di sepanjang jalan. Baik sekali dan sangat dermawan. Tetapi, tidak ada yang tahu umur seseorang. Pagi-pagi, karyawan memberi tahu, Bapak sudah tidak ada.”
Bapak yang dimaksud Tubagus Jaya adalah seorang dosen dan seorang pengusaha dermawan di Tebet Timur, Drs. Junaedi.
“Pada tahun 2016, istri Bapak meninggal. Itu mendadak. Tak lama Bapak menyusul. Kita semua kaget. Orang-orang merasa kehilangan,” ujar Tubagus Jaya.
Tubagus Jaya mengaku pernah berselisih dengan seorang karyawan. “Saya ditantang pria Cimande. Saya disuruh keluar. Diajak duel di lapangan parkir. Karyawan lain kasih kode, supaya jangan diladeni. Akhirnya jagoan itu peluk saya. Minta maaf dan menangis. Ya sudah. Selesai. Kita mantan petinju pantang dendam.”
“Suatu hari, saya dipanggil Ibu (pimpinan perusahaan). Saya disuruh istirahat. Saya dianggap sudah tua. Saya pikir, apa salah saya. Jangan-jangan akibat ribut tempo hari. Rasanya sedih sekali. Dibilang sudah tua. Disuruh istirahat. Saya tidak tahu mau hidup di mana lagi?”
“Akhirnya saya putuskan harus keluar dari kamar yang dulu disediakan Bapak. Waktu beresin pakain ke dalam tas dan mau keluar, karyawan datang. Katanya dipanggil Ibu. Ada apa? Ibu bilang begini: Ada amanat dari Bapak kami, kalau Pak Iwan harus kami urus. Bapak mendapat pensiun seumur hidup. Ya, Allah. Saya tidak dapat menahan haru. Saya menangis.”
Menurut Iwan Tubagus Jaya, ternyata ada pesan khusus kepada anak-anak almarhum bahwa dia tidak boleh ditelantarkan. “Saya harus diurus seumur hidup. Alhamdulillah, saya mendapat pensiun. Sampai sekarang.”
Lantas, berapa nilai pensiun seumur hidup? Berikut penjelasan Iwan Tubagus Jaya, Selasa malam, 23 Agustus 2022.
“Tahun permulaan, saya terima dua setengah (Rp 2.500.000), via ATM. Alhamdulillah, uang untuk menghidupi saya. Tak lama ada perbaikan menjadi tiga (Rp 3.000.000). Terus naik lagi dan sekarang terima tiga setengah (Rp 3.500.000).”
“Seumur hidup, saya tidak pernah membayangkan bakal menerima pensiun seumur hidup. Mungkin saya satu-satunya petinju yang mendapatkannya. Semua itu dari kemurahan hati beliau (almarhum Drs. Junaedi, mantan dosen universitas terkenal).”
“Uang pensiun itu saya pergunakan untuk bantu anak sekolah. Kemarin anak saya lulus pesantren dan satunya lagi lulus SD. Kalau anak yang besar, perempuan, sudah selesai kuliahnya. Sudah kerja.”
Bertahun-tahun hidup menduda, adakah keinginan Iwan Tubagus Jaya untuk menikah lagi?
“Belum dapat, ha ha ha…..!,” tawanya panjang.
Iwan Tubagus Jaya sekarang tinggal di Cimanggis, Depok. “Di rumah anak. Kalau dia (mantan istri) masih di tempat yang dulu, masih di Menteng Dalam. Biarlah begitu, saya di Cimanggis dia di Menteng Dalam. Saya sendiri dia juga sendiri.” (Finon Manullang / Foto-foto: Istimewa)
Puji Tuhan … tetap Semangat kawan..