Rondeaktual.com
Di Makassar, ada seorang pria ramah murah senyum dan sangat bersahabat kepada siapa saja. Pria yang akan kita bicarakan ini adalah Ajun Komisari Polisi (AKP) purnawirawan Samuel Mongkau, 59 tahun. Mantan Kapolsek Mandai, Polres Maros itu, setiap hari hadir di Sport Center “Gedung 100 Hari” Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan, tempat berlangsungnya pertandingan tinju Pra PON I, 22 hingga 30 Juli 2023.
Hadir di tengah pertandingan, perwira pertama purnawirawan ini menghabiskan waktunya bukan untuk menyaksikan pertandingan, tetapi menyapa kawan-kawan tinju di masa muda. Sengaja berjalan kaki dari ujung ke ujung, hanya untuk menjumpai para seniornya, seperti; mantan raja kelas berat Lodewijk Akwan, yang membawa tim Papua Barat, Ayub Epa bersama tim Papua, Herry Maitimu membawa tim Jambi, Richard Engkeng dan Husni Ray bersama tim DKI Jakarta, Hermensen Ballo bersama Nusa Tenggara Timur, Bonyx Saweho bersama Sulawesi Utara, dan masih banyak.
Samuel Mongkau sedang bernostalgia. Menjumpai para legenda tinju. Ia juga melakukan panggilan video dan tersambung dengan mantan pelatihnya sendiri, Hengky Sambeka di Makassar. Namun, ia gagal menghubungi juara Asia kelas bantam Ferry Moniaga, yang sejak dua tahun silam sudah kembali ke kampung halamannya di Desa Tatelu, Kecamatan Dimembe, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Samuel Mongkau, di masa mudanya, adalah seorang petinju amatir kelas ringan hingga kelas menengah ringan. Sangat berani menyerang lawan. Selama bertahun-tahun, sejak mulai bertinju sampai pengunduran dirinya, selalu setia untuk Pertina Sulawesi Selatan.
Samuel Mongkau pernah merebut medali perunggu kelas menengah ringan PON XII/1989 Jakarta. “Perunggu itu saya peroleh setelah bertarung dengan Alberth Papilaya (Maluku). Saya kalah di semifinal. Setelah mengalahkan saya, Alberth mengalahkan Ayub Epa (Papua) di final,” Samuel Mongkau menjelaskan.
Berikutnya, PON XIII/1993 Jakarta, Samuel Mongkau lagi-lagi merebut medali perunggu kelas menengah ringan dan lagi-lagi berhadapan dengan petinju yang tingginya hampir 180 sentimeter, Hendrik Simangunsong (Sumatera Utara).
“Saya kalah melawan Hendrik. Waktu itu, Hendrik sedang di atas dan baru pulang dari Olimpiade Barcelona. Hendrik tinggi. Saya hanya 170,” katanya.
Pada PON XIII/1993 Jakarta, ada tiga petinju dari Polda Sulsel; mendiang Audy Runtupalit (kelas welter), Samuel Mongkau (kelas menengah ringan), dan Ade Warokka (kelas menengah, sekarang tugas di Polda Jatim).
LAHIR DI AMURANG
Samuel Mongkau lahir di Amurang, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, 19 Mei 1964. Ia mengikuti pendidikan bintara di Sekolah Polisi Negara (SPN) Karombasan, Manado, Polda Sulutteng, angkatan ketiga 84/85.
“Langsung di tempatkan di Polda Sulsera di Ujungpandang (sekarang Makasaar). Itu tahun 1985. Sejak penempatan tugas pertama, sampai pensiun dan sampai sekarang, tetap di Makassar.”
Di ujung karirnya, AKP (Purn) Samuel Mongkau mendapat promosi Kapolsek Mandai, Polres Maros, Polda Sulsel, tahun 2021. Pensiun 1 Juni 2022.
“Selama menjabat Kapolsek, banyak kasus yang kita tangani. Kasus pengbusuran (menyerang orang dengan panah kecil) kita atasi dengan baik,” ujarnya.
Samuel Mongkau pensiun dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi. Sekarang masih tinggal di Asrama Polisi Bukit Antang Indah, Makassar, bersama istrinya, Henny Taulu, dan anak ketiga, Desmond Mongkau, yang masih meneruskan kuliahnya.
Dua anak Mongkau-Taulu, Eyodhia Mongkau dan Albert Mongkau, bekerja dan menetap di Pulau Bali.
TRAUMA ATAS KEMATIAN DI ATAS RING
Samuel Mongkau memulai olahraga tinju di Makassar, pada tahun 1985 bersama pelatih Johny Lee di Sasana Pallawalipu, Polda Sulsera, di Makassar, Jalan Jenderal Sudirman, yang sekarang sudah menjadi Monumen Mandala.
Selain bergabung dengan Sasana Pallawalipu, Polda Sulsera, Samuel Mongkau juga berlatih di Mamajang Boxing Club (MBC), sebuah sasana tinju sipil yang kuat.
“Kalau mengikuti pertandingan dari kesatuan, saya bersama Sasana Pallawalipu. Kalau bertanding di luar polisi, saya membawa nama Sasana Mamajang Boxing Club, yang waktu itu ada di Jalan Singa, Kelurahan Bontobiraeng, Kecamatan Mamajang.”
Karir tinju Samuel Mongkau berkembang bersama pelatih Johny Lee dan pelatih Hengky Sambeka. Ikut Piala Anniversary Jakarta tahun 1988.
“Peserta Anniversary Cup bagus-bagus. Ada yang datang dari Filipina, Australia, Belanda. Saya masuk delapan besar.”
Sebagai mantan petinju, Samuel Mongkau menyimpan satu pengalaman, yang sampai sekarang masih sulit terhapus dari ingatan. Traumatis.
“Tahun 1987, saya ikut Bupati Goa Cup. Lawan saya, Thomas dari Dulog Makassar, meninggal di rumah sakit, setelah jatuh KO. Sampai sekarang masih teringat. Sulit melupakannya, meski itu adalah pertandingan resmi.”
Samuel Mongkau gagal menuntaskan pertandingan terakhirnya pada STE Makassar tahun 1993. “Saya sudah menjalani TC dan tiba-tiba harus mengundurkan diri, karena istri sedang mengandung.” (Finon Manullang)