Rondeaktual.com – Finon Manullang
Perhelatan terbesar dalam olahraga Tanah Air adalah Pekan Olahraga Nasional (PON).
PON XXI/2024 Aceh-Sumut buka September mendatang. Cabang olahraga (cabor) tinju dijadwalkan di Pematangsiantar, kota terbesar kedua Sumatera Utara. Dalam menyemangati PON 2024, Rondeaktual.com telah menulis banyak tentang orang-orang yang akan hadir di sana dan salah satunya adalah legenda kelas berat Papua Barat, Lodewijk Akwan, 74 tahun. Semoga bermanfaat.
“Saya akan hadir di Kota Pematangsiantar. Tunggu saja, tetapi bukan sebagai petinju,” kata Lodewijk Akwan di Manokwari, Papua Barat, dihubungi melalui ponselnya, Kamis pagi, 18 April 2024. “Saya sekarang di Binpres (Pembinaan dan Prestasi) KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Papua Barat. Saya Binpres beberapa cabor, tinju dan beladiri. Untuk tinju, saya tetap memberikan masukan saja. Memberikan motivasi.”
Menjelang PON 2024, Lodewijk Akwan sudah ikut mendampingi tim tinju Papua Barat.
“Waktu Pra PON I di Makassar, saya ikut. Duduk paling ujung, sambil catat apa-apa yang terjadi di atas ring. Tidak banyak yang tahu apa yang saya kerjakan. Saya senang saja berada di lingkaran tinju. Saya senang bisa lihat Herry (Maitimu, legenda kelas 48 kg dan sekarang pelatih Pertina Jambi). Saya tahu siapa dia. Kami dulu pernah sama-sama dalam Pelatnas. Pernah sama-sama mengibarkan Merah-Putih pada Pesta Sukan Malaysia. Saya medali emas kelas berat, yang lain ada Herry (Maitimu, Maluku), Yulianus Leo Bunga (Bali), Bambang Reni (Bali), Piet Gommies (Maluku), Koko Pangaribuan (Jawa Timur), Seppy Karubaba, Valence Hurulean, Benny Maniani. Kita didampingi pelatih Benny Tandiono (Jawa Timur) dan Henky Nanlohy (DKI Jakarta). Indonesia rebut tujuh medali emas. Kita juara umum di sana. Semua bangga, tapi itu sudah berlalu. Tinggal dikenang saja.”
Lodewijk Akwan menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk olahraga; sebagai petinju, pegulat, dan pelatih.
Lodewijk Akwan lahir di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, 4 Januari 1950. Di usia 74, masih aktif untuk Pertina Papua Barat dan KONI Papua Barat.
“Saya ini, terus terang, jarang olahraga. Kalau olahraga, paling jalan kaki. Saya kira jalan kaki itu bagus.”
KALAH DARI FIRMAN PASARIBU
DAN KRISMANTO
Lodewijk Akwan tiga kali kelas berat PON. Merebut medali perak PON VIII/1973 Jakarta, dalam final kalah melawan Firman Pasaribu (DKI Jakarta). Merebut medali emas PON X/1981 Jakarta, dalam final mengalahkan Krismanto (Sumatera Utara). Merebut medali emas PON XI/1985 Jakarta, dalam final mengalahkan Krismanto.
“Saya dua kali kalah melawan Firman Pasaribu, tanpa pernah balas,” kata Lodewijk Akwan. “Kalah dalam final PON tahun 1973. Ini PON pertama bagi Irian Barat, waktu itu masih Irian Barat. Pada PON Surabaya menjadi Irian Jaya. PON Palembang menjadi Papua. PON Kalimantan Timur menjadi Irian Jaya Barat. Barulah pada PON Riau menjadi Papua Barat,” Lodewijk Akwan menjelaskan.
“Kembali soal Firman Pasaribu, saya kalah lagi dalam final Kejurnas Semarang, tahun 1974. Setelah kalah kedua, Firman Pasaribu bilang ke saya, kau hebat. Kau bisa tahan sampai final. Pertahankan itu dan lakukan perubahan supaya lebih baik lagi. Kau akan menjadi juara berikutnya. Itu yang dikatakan almarhum Firman Pasaribu kepada saya. Kata-kata itu selalu teringat. Akhirnya saya menjadi juara Indonesia.”
Firman Pasaribu, kata Lodewijk Akwan, seorang petinju bergaya boxer. Sulit dipukul. “Waktu itu saya masih baru, sedangkan Firman sudah di puncak prestasinya. Saya kalah pengalaman.”
Lodewijk Akwan sempat keluar dari tinju. “Tahun 1975, saya dipecat oleh Pertina Irian Barat. Saya dianggap indisipliner. Saya keluar dari tinju. Ikut gulat dan juara dua (medali perak) kelas berat gaya bebas. Tahun 1976, saya dipanggil. Terima kasih, saya kembali ke tinju.”
“Selain Firman Pasaribu, Krismanto adalah petinju kedua yang mengalahkan saya. Di luar itu, saya tidak pernah kalah. Krismanto tinggi dan unggul jangkauan. Dia kelas berat yang baik. Jab-straight cepat dan keras. Sudah saya balas dalam final PON. Saya medali emas.”
Lodewijk Akwan mengaku jarang komunikasi dengan Krismanto. “Erwinsyah (legenda kelas ringan Sumatera Utara) pernah tapi jarang,” katanya. “Dengan Syamsul (Anwar Harahap) dan Ferry (Moniaga) sering. Kadang ketemu di pinggir ring. Tapi belakangan menjadi jarang melihat Syamsul dan Ferry. Mereka mulai jauh dari tinju. Mungkin ada bisnis lain.”
MEDALI LODEWIJK AKWAN
Nama: Lodewijk Akwan.
Lahir: Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, 4 Januari 1950.
Usia: 74 tahun.
Pekerjaan: Pelatih tinju, Binpres KONI Papua Barat.
Domisili: Manokwari, Papua Barat.
PON VIII/1973 Jakarta: Medali perak kelas berat, dalam final kalah melawan Firman Pasaribu (DKI Jakarta).
Kejurnas 1974 Semarang: Medali perak kelas berat, dalam final kalah melawan Firman Pasaribu.
Piala Presiden RI II/1979 Jakarta: Medali perunggu kelas berat.
Piala ASEAN IV/1979 Kuala Lumpur: Medali emas kelas berat.
Pesta Sukan Singapura 1979: Medali emas kelas berat.
Piala ASEAN V/1980 Surabaya: Medali emas kelas berat.
PON X/1981 JAKARTA: Medali emas kelas berat, dalam final mengalahkan Krismanto (Sumatera Utara).
Tahun 1981: Mengikuti Pelatnas berlatih ke Bucharest, Rumania, bersama pelatih Ian Popa (Rumania) dan Henky Nanlohy (Indonesia).
SEA Games XI/1981 Manila: Medali emas kelas berat, mengalahkan Thailand, Monchawan.
King Cup Bangkok 1982: Medali emas kelas berat.
Asian Games IX/1982 New Delhi: Indonesia mengirim empat petinju: Lodewijk Akwan (naik ke kelah berat super dan kalah 1-4 di tangan petinju Korea, Kim Hyun-Ho), Adi Swandana, Charles Yerisetow, Herry Maitimu. Tidak ada yang merebut medali. Semua kalah di pertandingan 8 besar.
Pesta Sukan Singapura 1983: Medali emas kelas berat, mengalahkan petinju Pakistan.
SEA Games XII/1983 Singapura: Medali emas kelas berat, dalam final mengalahkan petinju Thailand, Anam Inkarnkat.
PON XI/1985 Jakarta: Medali emas kelas berat, dalam final mengalahkan Krismanto (Sumatera Utara).
SEA Games XIII/1985 Bangkok: Medali perak kelas berat, dalam final kalah melawan petinju tuan rumha Thailand, Samrouy Sukeetan.
Piala Presiden RI VIII/1985 Jakarta: Medali perunggu kelas berat.
Tahun 1985: Setelah Piala Presiden RI, Lodewijk Akwan pensiun dari tinju dan meneruskan karir sebagai pelatih. Sampai sekarang.
“Saya mundur karena umur,” kata Lodewijk Akwan, Kamis siang, 18 April 2024. “Waktu itu AIBA (sekarang IBA) membatasi usia 35. Sekarang beda, batas usia sampai 40 masih boleh bertanding di amatir.” (Finon Manullang)